Subsidi Transportasi Publik Jakarta Harus Tepat Sasaran Warga Ibu Kota

Selasa, 23 Desember 2025 | 10:23:02 WIB
Subsidi Transportasi Publik Jakarta Harus Tepat Sasaran Warga Ibu Kota

JAKARTA - Wacana subsidi transportasi publik kembali mengemuka dalam refleksi kebijakan akhir tahun di Jakarta. 

Di tengah upaya pemerintah daerah mendorong penggunaan angkutan umum terintegrasi, muncul penegasan bahwa subsidi harus benar-benar dirasakan oleh warga DKI Jakarta sebagai pihak yang menanggung beban pembiayaan melalui pajak daerah.

Isu ini menjadi penting karena transportasi publik bukan sekadar layanan mobilitas, melainkan bagian dari keadilan sosial dan tata kelola anggaran daerah. Subsidi yang tidak tepat sasaran dikhawatirkan justru menimbulkan ketimpangan dan beban fiskal berlebih bagi pemerintah provinsi.

Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Yuke Yurike, menegaskan bahwa prinsip keadilan harus menjadi dasar dalam penetapan subsidi transportasi publik di ibu kota.

Menurut Yuke, warga DKI Jakarta adalah pihak utama yang membayar pajak daerah, sehingga manfaat subsidi seharusnya kembali kepada mereka. Pernyataan tersebut disampaikan dalam kegiatan Refleksi Akhir Tahun 2025 di Jakarta.

Evaluasi Keadilan Subsidi Transportasi Terintegrasi

Yuke menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap ongkos transportasi publik yang kini semakin terintegrasi. Integrasi antarmoda memang dinilai mempermudah mobilitas, namun aspek keadilan tarif tetap harus menjadi perhatian utama.

“Kita harus antisipasi terkait ongkos untuk biaya transportasi yang terintegrasi. Apakah itu sudah tepat dan adil untuk warga Jakarta. Karena dana subsidi dari pajak warga Jakarta,” kata Yuke di Jakarta, Senin.

Menurutnya, kebijakan transportasi publik tidak boleh hanya berfokus pada kemudahan teknis, tetapi juga harus memperhitungkan kemampuan dan kepentingan warga lokal. Subsidi yang terlalu berat berisiko membebani anggaran daerah dalam jangka panjang.

Ia menilai, pengawasan terhadap skema subsidi perlu dilakukan secara berkala agar tidak terjadi ketimpangan antara biaya operasional dan manfaat yang diterima masyarakat. Kritik konstruktif, kata Yuke, akan tetap disampaikan jika ditemukan kebijakan yang perlu disempurnakan.

Pendekatan ini dianggap penting agar transportasi publik Jakarta tetap berkelanjutan, baik dari sisi pelayanan maupun pembiayaan. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah daerah dapat terus terjaga.

Apresiasi Program Integrasi Transportasi Pemerintah Provinsi

Dalam kesempatan yang sama, Yuke mengakui bahwa program transportasi publik yang dijalankan oleh Gubernur Pramono Anung menunjukkan perkembangan positif. Sejumlah jalur transportasi kini mulai terhubung dan memudahkan perpindahan antar moda.

Integrasi tersebut dinilai memberikan dampak nyata bagi mobilitas warga, terutama dalam mengurangi waktu tempuh dan meningkatkan kenyamanan perjalanan sehari-hari. Hal ini menjadi langkah penting dalam mendorong peralihan dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

Meski demikian, Yuke menegaskan bahwa apresiasi tidak berarti menutup mata terhadap potensi kekurangan. Evaluasi tetap diperlukan agar kebijakan yang baik tidak justru menimbulkan persoalan baru di kemudian hari.

Menurutnya, keseimbangan antara pelayanan optimal dan beban subsidi harus dijaga dengan cermat. Jika tidak, tujuan awal subsidi sebagai instrumen pemerataan justru bisa melenceng dari sasaran.

Oleh karena itu, DPRD DKI Jakarta melalui fungsi pengawasannya akan terus mencermati implementasi kebijakan transportasi publik agar tetap berpihak pada kepentingan warga ibu kota.

Fasilitas Publik Ramah Disabilitas Jadi Perhatian

Selain subsidi transportasi, Fraksi PDI Perjuangan juga menyoroti kualitas fasilitas umum bagi penyandang disabilitas. Yuke menyebut bahwa aspek inklusivitas masih perlu ditingkatkan di berbagai sudut kota.

Ia mencontohkan keberadaan jembatan penyeberangan orang, akses bangunan publik, hingga rumah susun yang belum sepenuhnya ramah bagi penyandang disabilitas. Kondisi ini dinilai perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah.

“Misalnya keberadaan jembatan penyeberangan orang, beberapa akses-akses bangunan, rumah susun dan sebagainya. Kita berharap ke depan lebih ramah terhadap penyandang disabilitas,” katanya.

Menurut Yuke, kota yang maju bukan hanya diukur dari infrastruktur megah, tetapi juga dari kemampuannya melayani seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Aksesibilitas menjadi indikator penting dalam pembangunan perkotaan berkelanjutan.

Peningkatan fasilitas ramah disabilitas diharapkan dapat berjalan seiring dengan pengembangan transportasi publik, sehingga seluruh warga dapat menikmati layanan kota secara setara.

Persoalan Sampah sebagai Pekerjaan Rumah Besar

Yuke juga menyoroti persoalan sampah yang dinilai masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Setiap tahun, masalah ini terus berulang dan membutuhkan penanganan yang lebih komprehensif.

Menurutnya, penanganan sampah tidak cukup hanya di bagian hilir atau pengolahan akhir. Upaya pengurangan dan pengelolaan sejak dari sumber atau hulu juga harus diperkuat.

Ia menyinggung wacana Pembangkit Listrik Tenaga Sampah sebagai salah satu opsi yang tengah dibahas bersama pemerintah pusat. Namun, hingga kini masih diperlukan pembahasan mendalam terkait teknologi, lokasi, dan pembiayaannya.

“Hal itu berkaitan dengan wacana untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah yang juga menjadi concern pemerintah pusat. Tentunya, saat ini kita masih berembuk untuk teknologi yang akan digunakan dan penempatannya di mana. Termasuk dengan persoalan pembiayaannya,” ujar Yuke.

Dengan berbagai catatan tersebut, Yuke menegaskan bahwa kebijakan publik di Jakarta harus selalu berpijak pada kepentingan warga. Subsidi transportasi, fasilitas inklusif, dan pengelolaan sampah menjadi isu krusial yang membutuhkan kebijakan tepat sasaran dan berkelanjutan.

Terkini